Undangan Menulis Puisi Tentang Binjai
Selamat datang di Blog Rita Andriani Sitorus. Semoga betah ya bertualang di blog ini.
Mendapat Undangan menulis puisi tentang Binjai di chat Wa dari teman saya Bapak Suyadi San membuat saya tertantang mengikutinya. Tetapi karena kesibukan saya hampir melupakan Undangan tersebut, sampai di H-2 teman saya kembali menjapri dengan mengshare undangan yang sama . Ini isi undangannya :
UNDANGAN MENULIS PUISI TENTANG BINJAI
Binjai adalah salah satu Kota (dahulu daerah tingkat II berstatus Kotamadya) dalam wilayah provinsi Sumatera Utara. Binjai terletak 22 km di sebelah Barat Kota Medan. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai adalah ibukota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah Barat dan Utara serta Kabupaten Deliserdang di sebelah Timur dan Selatan.
Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan, karena rambutan Binjai memang sangat terkenal. Bibit rambutan asal Binjai ini telah tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa Timur, menjadi komoditi unggulan daerah tersebut.
Kota Binjai berasal dari sebuah kampung yang kecil terletak di pinggir Sungai Bingai. Upacara adat dalam rangka pembukaan Kampung tersebut diadakan di bawah sebatang pohon Binjai (Mangifera caesia) rindang yang batangnya amat besar, tumbuh kokoh di pinggir Sungai Bingai yang bermuara ke Sungai Wampu, sungai yang cukup besar dan dapat dilayari sampan-sampan besar yang berkayuh sampai jauh ke udik.
Di sekitar pohon Binjai yang besar itulah, kemudian dibangun beberapa rumah yang lama-kelamaan menjadi besar dan luas yang akhirnya berkembang menjadi bandar atau pelabuhan yang ramai didatangi oleh tongkang-tongkang yang datang dari Stabat, Tanjungpura, dan Selat Malaka. Kemudian nama pohon Binjai itulah yang akhirnya melekat menjadi nama kota Binjai. Konon pohon Binjai ini adalah sebangsa pohon embacang dan istilahnya berasal dari bahasa Karo.
Versi lain menyebutkan, asal-muasal kata "Binjai" merupakan kata baku dari istilah "Binjéi" yang merupakan makna dari kata "ben" dan "i-jéi", yang dalam bahasa Karo artinya "bermalam di sini". Pengertian ini dipercaya masyarakat asli Binjai, khususnya etnis Karo, merupakan cikal-bakal kota Binjai pada masa kini. Hal ini berdasarkan fakta sejarah, bahwa pada masa dahulu kala, kota Binjai merupakan perkampungan di jalur "Perlanja Sira" yang dalam istilah Karo merupakan pedagang yang membawa barang dagangan dari dataran tinggi Karo dan menukarnya (barter) dengan pedagang garam di daerah pesisir Langkat. Perjalanan yang ditempuh Perlanja Sira ini hanya dengan berjalan kaki menembus hutan belantara menyusuri jalur tepi sungai dari dataran tinggi Karo ke pesisir Langkat dan tidak dapat ditempuh dalam waktu satu atau dua hari, sehingga selalu bermalam di tempat yang sama. Begitu juga sebaliknya, kembali dari dataran rendah Karo yaitu pesisir Langkat, perlanja sira ini kembali bermalam di tempat yang sama pula. Seiring waktu menjadi sebuah perkampungan yang mereka namai dengan "Kuta Benjéi".
Di kota Binjai inilah Raja Penyair Pujangga Baru, Tengku Amir Hamzah, pada 20 Maret 1946 wafat dalam revolusi sosial yang melanda Sumatra Timur. Seniman besar lain yang berasal dari Binjai adalah Amal Hamzah (adik kandung Amir Hamzah), Rizaldi Siagian, Pontas Purba, Latief Sitepu, Abdul Djalil Sidin, Tino Sidin, dan sebagainya.
Berkait itu, KOmunitas SAstra Masyarakat BInjai mengundang segenap penyair dan pegiat sastra di tanah air dan mancanegara untuk mengirim puisi tentang Binjai guna diterbitkan menjadi buku antologi puisi. Persyaratannya,
1. Penulis adalah penyair atau pegiat sastra tanah air/mancanegara kelahiran maupun pernah tinggal/singgah di Kota Binjai, ataupun yang peduli tentang Kota Binjai, Provinsi Sumatra Utara.
2. Kata kunci puisi adalah Binjai.
3. Puisi diketik di Word, jenis huruf Times New Roman ukuran 12, dan panjang naskah bebas. Biodata dibubuhkan di bawah puisi dengan panjang maksimal 5 (lima) baris ketikan.
4. Masing-masing penulis diperkenankan mengirim maksimal 5 (lima) puisi terbaik untuk dikurasi oleh Tim Kurator yaitu Suyadi San, Saripuddin Lubis, dan Tsi Taura.
5. Naskah puisi dikirim ke pos-el : tanitaliasna277@gmail.com, dan cc : puisibinjai@gmail.com, dengan subjek dan judul fail NASKAH PUISI BINJAI. Naskah diterima paling lambat tanggal 20 Februari pukul 24.00 WIB.
6. Penulis tidak dibebankan biaya cetak buku. Para penulis akan menerima kompensasi satu buku sebagai nomor bukti dan diserahkan saat peluncuran buku.
7. Yang berhalangan datang saat acara peluncuran buku, buku akan dikirim ke alamat masing-masing, namun ongkos kirim ditanggung penulis/pemesan.
Demikian disampaikan.
Salam puisi tanpa henti!
Di Tanggal 20 Februari 2019 saya sempatkan menulis puisi tentang Binjai karena Binjai merupakan kota kenangan bagi saya. Inilah Daftar Pengirim Puisi "Binjai"
Laporan Rabu (20/2/19) 23.30 WIB
1. Biolen Fernando Sinaga, Medan: Tugu Pahlawan | Mencari Diksi di Diski | Di Sini Tidak Hanya Ada Rambutan
2. Astrini Primanita, Binjai: ben-i-jey
3. Umar Zein, Medan: Mangifera Caesia: Binjai | Ba Bingai
4. Fadilah Raharyo, Bandarlampung, Lampung: Senja di Sebuah Kota | Cerita tentang Lemari
5. Rachmad Junizar, Binjai: Kota Idaman
6. Rimbananto, Binjai: Panggilan Relawan
7. Jurniati, Indragiri Hilir, Riau: Antara Binjai dan Riau | Senja Menantimu | Kencana Ungu di Kota Binjai | Lambaian Terakhir | Salam Pesona Binjai
8. Abi N. Bayan, Morotai, Maluku Utara: Bolehkah Engkau Bermalamlah di Sini | Tapi Jika Kamu Lelah | Binjai | Kepada Tuanku : Tengku Amir Hamzah
9. Mikhael Zonasuki Simatupang, Binjai: Binjai
10. Ayu Syahputri, Langkat: Binjai tak sama lagi | Kota Rambutan
11. Zainal Arifin, Deliserdang : Brahrang | Di Sudut Sebuah Kota | Binjai
12. Tok Jantan (Tengku Syarifullah), Balikpapan, Kalimantan Timur: Bila Kuingat Kota Binjai
13. Ardiansyah Putra, Deliserdang : Pesona | Rindu
14. Sarah Nasution, Medan : Tentang Ayah
15. Iin Prasetyo, Medan: Kembali : Kepada Binjai | Partikel Kota | Menghitung
16. Tsi Taura, Bandung, Jawa Barat: Kita bersanding di hulu sungai mencirim; Ketika Pulang; Suatu malam di Binjai; Surat Kecil dari kota rambutan; Di sini kita bermalam.
17. S. Ratman Suras, Medan : Narasi Tanah Seribu Binjai
18. Susandi, Deliserdang : Aduhai Binjai | Kota Rambutan | Kenangan di Jalan Sudirman
19. Ayub Badrin, Medan: Mengenang Hujan di Binjai | Di Mana Kau Buang | Melintasi Kota Kerak
20. Seriana, Subulussalam, Aceh: Jejak 1 | Jejak 2 | Jejak 3
21. Luki Arianto, Deliserdang : Termaram Senja Tugu Rambutan | Di Stasiun Bindjai | Elegi Si Puan Kala Malam (Pada Kota Idaman) | Kata Minor di Kebun Lada 1 | Kata Minor di Kebun Lada 2
22. D. Iskandar, Pekanbaru, Riau : Hujan Kota Binjai | Bermalam di Kuta Benjei | Rambutan Binjai | Semalam di Kota Binjai: Muhammad Salim | Sejarah Kenangan
23. Monang Sitohang, Binjai: Kota Kecil | Terimakasih pak idaham | Binjai berdarah | Aku mencitaimu | Catatan di simpang keramat
24. Porman Wilson, Medan: Dokter Marissa | Penyair Bingai | Rumah Sunyi | Menantang Langit
25. Malubi, Deliserdang : Kota lintasan | Bumi tempatku pernah mengeja alip | Buah tangan | Sungai itu
26. Viona Aulia, Binjai: Penghujung Jalan | Binjai Kotaku | Menuju Untuk Maju
27. Arif Fauriyuddin, Binjai : Kota Impian | Senandung Rindu | Kota Binjai Tak Terlupakan | Rambutanku | Satu Malam
28. Shanty Hermalia Putri, Binjai: Binjai Itu Asmaraloka
29. Juniar, Binjai : Binjai Bestari | Pesona Malam Lapangan Merdeka | Patung Merdeka
30. Cory Marlia, Binjai : Hujan Pagi Tadi
31. Mintarsih Mimin, Tulangbawang Tengah, Lampung: 22 Kilometer ke Barat dari Medan | Surat untuk Tengku Amir Hamzah | Binjai, Suatu Kelak Aku Datang | Ini Medan, Bung! | Sebuah Kota Penuh Kenangan
32. M. Shafwy HS, Madura, Jawa Timur: Binjai Bermi'raj Sejarah | Getah Kenangan | Getah Napas dalam Jejsk | Tasbih Kasih | Getah Kisah
33. Ade Novi, Depok, Jawa Barat: Kembaliku Padamu, Binjai | Jejak Pesonamu Gunung Leuser di Gunung Bahorok | Sajak Rindu untuk Binjai | Antara Sungai Batang dan Sungai Buluh | Rindu Alam
34. Syarifudin Arifin, Padang, Sumatra Barat: Di Simpang Tugu | Binjai Tanpa Sekat
35. Isbedy Stiawan ZS, Tanjungkarang, Lampung: BINGAI DAN BINJAI | KENANGAN BERSAMA AMIR | BERMALAM DI SINI
36. Bambang Widiatmoko, Jakarta: FALSAFAH SEMUT BINJAI
37. Hashfi Syihan Nst, Binjai: Bersama Binjai | Rindu Binjai
38. Sujarno, Binjai: Makam Bisu Pusara Bisu | Purnama Setengah | Aneka Nelangsa Telah Bermuara | Pada Binjai Terlintas Rasa
39. Siamir Marulafau, Medan: PENYAIR TERKEMUKA | DI TANAH MERAH | DI KOTA RAMBUTAN | FAKTA | DI MANA PUN AKAN AKUNINGAT
40. Asmawati Al Faiq, Binjai: Senja Larut Sungai Bingai | Pajak Taviv Siapa Mau Peduli | Binjai Kotaku Kota Literasi
41. Edi Salim Chaniago,Binjai : PUTARAN RODA TRANSBINJAI | KERTAS WARNA WARNI | GERBANG METROPOLITAN
42. Firman Iskandar, Binjai: Papan Titi Bersejarah
43. Muhammad Hasan Nasution, Deliserdang : KOTA BINJAI RASA SAYANGE | GERBANG KOTA | DI SISI MASJID AZIZI
44. Ramli Marpaung, Asahan: BINJAI KOTA KENANGAN | DI KOTA INI
45. Herwan Prabowo, Cirebon, Jawa Barat: BA BINGAI | DEBU-DEBU TERISAK DI BINJAI | LELAMBUNG DI KOTA BINJAI, PASAR PESISIR BINJAI | PERLANJA SIRA DI TEPIAN MALAM
46. Amrin Tambuse, Langkat: NAMU SIRA-SIRA | MENUNGGUMU DI STASIUN KERETA API BINJAI | _DI KAMPUNG KULINER BERSAMAMU
KAU MENYESATKAN_ | AKU DI KOTAMU
47. H.M.Yunus Tampubolon, Binjai: Nyanyian Pohon | Binjai Berahoi | Kata nenekku | Senandong Ditirai Duka | Di Tugu Berbilang Kaum
48. Rachmad Junizar, Medan: Abadi
49. P. Nuraeni, Sukabumi, Jawa Barat: Rinduku Terdampar di Binjai | Senja Merona di Kota Binjai | Bulan Jatuh di Sudut Kota | Kisah Suatu Malam di Kota Binjai | Tadabur Kisah di laut Biru
50. Khairani, Binjai: Sejarah Binjaiku | Binjaiku Idaman | Binjai Kota Rambutan | Jambu Madu, Binjaiku | Binjai, Bangkit dan Majulah Terus
51. Syamsul Agus, Binjai : AKU TETAP DI BINJAI | BIARKAN TITI GANTUNG TERUS BERGOYANG | CAHAYA DARI LAPANGAN MERDEKA BINJAI | DARI SMP NEGERI 13 BINJAI INI, ANAKKU
52. Thomas Al Akbar, Binjai : Anak Binjai
53. Hardi Kurniawan, Langkat: DI SINI NADIKU | DI SINI NADIKU | SABDA ALAM
54. Hilda, Langkat: SAJAK DUKA | MENDUNG MENGGANTUNG DI LANGIT LAPANGAN MERDEKA | NOSTALGIA DI STASIUN KERETA API BINJAI | KUMOHON MAAFMU | SEPENGGAL KENANGAN DIKOTA RAMBUTAN
55. Reka Loisah Hutasoit, Binjai : Kota Makmur | Meski Merantau | Kota Binjai? | Bukan Sembarang Kota
56. Asnidar, Medan: MARI TATA KOTA KITA | JEJAK-JEJAK PERLANJA SIRA
57. TM Reza Fahlevi, Medan : Bilamana Aku | Di kota Binjai, apalagi yang kau nanti
58. MieRaa, Medan : TAMAN | KEINDAHAN ALAM | POHON TUA
59. Idris Pasaribu, Deliserdang : REGENERASI | SEMERBAK AROMA | MELAYUKAH BINJAI
60. Dwi Lestari Wiyono, Bogor, Jawa Barat: DI BAWAH SEBATANG POHON BINJAI | MASIH DI BAWAH SEBATANG POHON BINJAI
61. Sami’an Adib, Jember, Jawa Timur : Jalan Sunyi | Tari Inai | Di Beranda Royyan Serambi Binjai
62. Nurbaeti, Cianjur, Jawa Barat : KISAH TANAH LELUHUR
63. Benny Arnoval, Binjai: Kepergianku | Gerimis pada Senja di Kota Binjai
64. Imam Rosyadi Mahmudi, Sumenep, Jawa Timur : Lelaki yang Menulis Puisi dari Daun Binjai | Pada Kota Binjai | Mari, Kuantar Kau dengan Perahu | Dari Sebelah Pohon Binjai | Kata Reranting Binjai
65. Putri Adek Pramika, Langkat: BERANJANGSANA | BUAI KOTAKU
66. Ade Ayu Ningsih, Binjai: Binjai Pengantar Cintaku
67. Indah Safitri, Deliserdang : Menunggumu di Tugu | Kota Binjai
68. T. Zulkifli Hamzah, Binjai: Bertikai Pangkai di persimpangan jalan | Perjalanan rakyat marginal | Negeri tanpa Kemudi | Kontradiksi Antagonis | 108 tahun Tengku Amir Hamzah
69. Sri Wahyuni, Binjai : BINJAI | KOTA RAMBUTAN
70. Zeta Anindya Nariza Rokan, Binjai: PADANG JUKUT | KABUT ASA | RIUH BINJAIKU
71. Azzaky Al Faiq Agma, Binjai : Aksara Si Muda | Generasi Milenial Binjai
72. Sayed Din Hidayat, Asahan : DITEPI SUNGAI BINGAI AKU MENULIS CINTA | AKU TERPESONA BINJAI | DI BINJAI AKU MENATAP SEBUTIR MALAM
73. Fathurrahman, Bandarlampung, Lampung : penjaga pintu gerbang | pohon yang memulakan sejarah | bermalam di sini | _di teras amir hamzah _
74. Wirja Taufan, Padang, Sumatra Barat : Kenangan di Depan Tugu Perjuangan 1945 Binjai | Nyanyi Sunyi Amir
75. Aprilianda Pasaribu, Langkat : Ibuku yang lalu | Sajak Musafir
76. Rita Andriani Sitorus, Deliserdang : Menantang Arung | Kota Binjai | Sang Mantan | Kenangan
77. Sartika Sari, Medan : Seruan Benjei | Suatu Hari di Binjai | Sebuah Halaman Kosong dan Desember yang Kembali Basah di Mataku
78. Yani Periasih, Binjai : Pasar Tapiv Kota Binjai
79. Anugrah Roby Syahputra, Binjai : DI BAWAH RINDANG RAMBUTAN | SUATU PAGI DI CENGKEH TURI
80. Wawan Setyawan, Labuhan Batu Utara : PUISI CINTA TENTANGMU UNTUK DUNIA | JANJI TIDAK BERUBAH SETIA TIDAK BERTUKAR
Puisi-puisi ini akan di kurasi oleh Saparuddin Lubis, Suyadi San dan Tsi Taura, semoga puisi-puisi saya Lulus Kurasi dan dapat dimuat di Buku Antologi Puisi Binjai.
Mendapat Undangan menulis puisi tentang Binjai di chat Wa dari teman saya Bapak Suyadi San membuat saya tertantang mengikutinya. Tetapi karena kesibukan saya hampir melupakan Undangan tersebut, sampai di H-2 teman saya kembali menjapri dengan mengshare undangan yang sama . Ini isi undangannya :
UNDANGAN MENULIS PUISI TENTANG BINJAI
Binjai adalah salah satu Kota (dahulu daerah tingkat II berstatus Kotamadya) dalam wilayah provinsi Sumatera Utara. Binjai terletak 22 km di sebelah Barat Kota Medan. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai adalah ibukota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah Barat dan Utara serta Kabupaten Deliserdang di sebelah Timur dan Selatan.
Binjai sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan, karena rambutan Binjai memang sangat terkenal. Bibit rambutan asal Binjai ini telah tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa Timur, menjadi komoditi unggulan daerah tersebut.
Kota Binjai berasal dari sebuah kampung yang kecil terletak di pinggir Sungai Bingai. Upacara adat dalam rangka pembukaan Kampung tersebut diadakan di bawah sebatang pohon Binjai (Mangifera caesia) rindang yang batangnya amat besar, tumbuh kokoh di pinggir Sungai Bingai yang bermuara ke Sungai Wampu, sungai yang cukup besar dan dapat dilayari sampan-sampan besar yang berkayuh sampai jauh ke udik.
Di sekitar pohon Binjai yang besar itulah, kemudian dibangun beberapa rumah yang lama-kelamaan menjadi besar dan luas yang akhirnya berkembang menjadi bandar atau pelabuhan yang ramai didatangi oleh tongkang-tongkang yang datang dari Stabat, Tanjungpura, dan Selat Malaka. Kemudian nama pohon Binjai itulah yang akhirnya melekat menjadi nama kota Binjai. Konon pohon Binjai ini adalah sebangsa pohon embacang dan istilahnya berasal dari bahasa Karo.
Versi lain menyebutkan, asal-muasal kata "Binjai" merupakan kata baku dari istilah "Binjéi" yang merupakan makna dari kata "ben" dan "i-jéi", yang dalam bahasa Karo artinya "bermalam di sini". Pengertian ini dipercaya masyarakat asli Binjai, khususnya etnis Karo, merupakan cikal-bakal kota Binjai pada masa kini. Hal ini berdasarkan fakta sejarah, bahwa pada masa dahulu kala, kota Binjai merupakan perkampungan di jalur "Perlanja Sira" yang dalam istilah Karo merupakan pedagang yang membawa barang dagangan dari dataran tinggi Karo dan menukarnya (barter) dengan pedagang garam di daerah pesisir Langkat. Perjalanan yang ditempuh Perlanja Sira ini hanya dengan berjalan kaki menembus hutan belantara menyusuri jalur tepi sungai dari dataran tinggi Karo ke pesisir Langkat dan tidak dapat ditempuh dalam waktu satu atau dua hari, sehingga selalu bermalam di tempat yang sama. Begitu juga sebaliknya, kembali dari dataran rendah Karo yaitu pesisir Langkat, perlanja sira ini kembali bermalam di tempat yang sama pula. Seiring waktu menjadi sebuah perkampungan yang mereka namai dengan "Kuta Benjéi".
Di kota Binjai inilah Raja Penyair Pujangga Baru, Tengku Amir Hamzah, pada 20 Maret 1946 wafat dalam revolusi sosial yang melanda Sumatra Timur. Seniman besar lain yang berasal dari Binjai adalah Amal Hamzah (adik kandung Amir Hamzah), Rizaldi Siagian, Pontas Purba, Latief Sitepu, Abdul Djalil Sidin, Tino Sidin, dan sebagainya.
Berkait itu, KOmunitas SAstra Masyarakat BInjai mengundang segenap penyair dan pegiat sastra di tanah air dan mancanegara untuk mengirim puisi tentang Binjai guna diterbitkan menjadi buku antologi puisi. Persyaratannya,
1. Penulis adalah penyair atau pegiat sastra tanah air/mancanegara kelahiran maupun pernah tinggal/singgah di Kota Binjai, ataupun yang peduli tentang Kota Binjai, Provinsi Sumatra Utara.
2. Kata kunci puisi adalah Binjai.
3. Puisi diketik di Word, jenis huruf Times New Roman ukuran 12, dan panjang naskah bebas. Biodata dibubuhkan di bawah puisi dengan panjang maksimal 5 (lima) baris ketikan.
4. Masing-masing penulis diperkenankan mengirim maksimal 5 (lima) puisi terbaik untuk dikurasi oleh Tim Kurator yaitu Suyadi San, Saripuddin Lubis, dan Tsi Taura.
5. Naskah puisi dikirim ke pos-el : tanitaliasna277@gmail.com, dan cc : puisibinjai@gmail.com, dengan subjek dan judul fail NASKAH PUISI BINJAI. Naskah diterima paling lambat tanggal 20 Februari pukul 24.00 WIB.
6. Penulis tidak dibebankan biaya cetak buku. Para penulis akan menerima kompensasi satu buku sebagai nomor bukti dan diserahkan saat peluncuran buku.
7. Yang berhalangan datang saat acara peluncuran buku, buku akan dikirim ke alamat masing-masing, namun ongkos kirim ditanggung penulis/pemesan.
Demikian disampaikan.
Salam puisi tanpa henti!
Di Tanggal 20 Februari 2019 saya sempatkan menulis puisi tentang Binjai karena Binjai merupakan kota kenangan bagi saya. Inilah Daftar Pengirim Puisi "Binjai"
Laporan Rabu (20/2/19) 23.30 WIB
1. Biolen Fernando Sinaga, Medan: Tugu Pahlawan | Mencari Diksi di Diski | Di Sini Tidak Hanya Ada Rambutan
2. Astrini Primanita, Binjai: ben-i-jey
3. Umar Zein, Medan: Mangifera Caesia: Binjai | Ba Bingai
4. Fadilah Raharyo, Bandarlampung, Lampung: Senja di Sebuah Kota | Cerita tentang Lemari
5. Rachmad Junizar, Binjai: Kota Idaman
6. Rimbananto, Binjai: Panggilan Relawan
7. Jurniati, Indragiri Hilir, Riau: Antara Binjai dan Riau | Senja Menantimu | Kencana Ungu di Kota Binjai | Lambaian Terakhir | Salam Pesona Binjai
8. Abi N. Bayan, Morotai, Maluku Utara: Bolehkah Engkau Bermalamlah di Sini | Tapi Jika Kamu Lelah | Binjai | Kepada Tuanku : Tengku Amir Hamzah
9. Mikhael Zonasuki Simatupang, Binjai: Binjai
10. Ayu Syahputri, Langkat: Binjai tak sama lagi | Kota Rambutan
11. Zainal Arifin, Deliserdang : Brahrang | Di Sudut Sebuah Kota | Binjai
12. Tok Jantan (Tengku Syarifullah), Balikpapan, Kalimantan Timur: Bila Kuingat Kota Binjai
13. Ardiansyah Putra, Deliserdang : Pesona | Rindu
14. Sarah Nasution, Medan : Tentang Ayah
15. Iin Prasetyo, Medan: Kembali : Kepada Binjai | Partikel Kota | Menghitung
16. Tsi Taura, Bandung, Jawa Barat: Kita bersanding di hulu sungai mencirim; Ketika Pulang; Suatu malam di Binjai; Surat Kecil dari kota rambutan; Di sini kita bermalam.
17. S. Ratman Suras, Medan : Narasi Tanah Seribu Binjai
18. Susandi, Deliserdang : Aduhai Binjai | Kota Rambutan | Kenangan di Jalan Sudirman
19. Ayub Badrin, Medan: Mengenang Hujan di Binjai | Di Mana Kau Buang | Melintasi Kota Kerak
20. Seriana, Subulussalam, Aceh: Jejak 1 | Jejak 2 | Jejak 3
21. Luki Arianto, Deliserdang : Termaram Senja Tugu Rambutan | Di Stasiun Bindjai | Elegi Si Puan Kala Malam (Pada Kota Idaman) | Kata Minor di Kebun Lada 1 | Kata Minor di Kebun Lada 2
22. D. Iskandar, Pekanbaru, Riau : Hujan Kota Binjai | Bermalam di Kuta Benjei | Rambutan Binjai | Semalam di Kota Binjai: Muhammad Salim | Sejarah Kenangan
23. Monang Sitohang, Binjai: Kota Kecil | Terimakasih pak idaham | Binjai berdarah | Aku mencitaimu | Catatan di simpang keramat
24. Porman Wilson, Medan: Dokter Marissa | Penyair Bingai | Rumah Sunyi | Menantang Langit
25. Malubi, Deliserdang : Kota lintasan | Bumi tempatku pernah mengeja alip | Buah tangan | Sungai itu
26. Viona Aulia, Binjai: Penghujung Jalan | Binjai Kotaku | Menuju Untuk Maju
27. Arif Fauriyuddin, Binjai : Kota Impian | Senandung Rindu | Kota Binjai Tak Terlupakan | Rambutanku | Satu Malam
28. Shanty Hermalia Putri, Binjai: Binjai Itu Asmaraloka
29. Juniar, Binjai : Binjai Bestari | Pesona Malam Lapangan Merdeka | Patung Merdeka
30. Cory Marlia, Binjai : Hujan Pagi Tadi
31. Mintarsih Mimin, Tulangbawang Tengah, Lampung: 22 Kilometer ke Barat dari Medan | Surat untuk Tengku Amir Hamzah | Binjai, Suatu Kelak Aku Datang | Ini Medan, Bung! | Sebuah Kota Penuh Kenangan
32. M. Shafwy HS, Madura, Jawa Timur: Binjai Bermi'raj Sejarah | Getah Kenangan | Getah Napas dalam Jejsk | Tasbih Kasih | Getah Kisah
33. Ade Novi, Depok, Jawa Barat: Kembaliku Padamu, Binjai | Jejak Pesonamu Gunung Leuser di Gunung Bahorok | Sajak Rindu untuk Binjai | Antara Sungai Batang dan Sungai Buluh | Rindu Alam
34. Syarifudin Arifin, Padang, Sumatra Barat: Di Simpang Tugu | Binjai Tanpa Sekat
35. Isbedy Stiawan ZS, Tanjungkarang, Lampung: BINGAI DAN BINJAI | KENANGAN BERSAMA AMIR | BERMALAM DI SINI
36. Bambang Widiatmoko, Jakarta: FALSAFAH SEMUT BINJAI
37. Hashfi Syihan Nst, Binjai: Bersama Binjai | Rindu Binjai
38. Sujarno, Binjai: Makam Bisu Pusara Bisu | Purnama Setengah | Aneka Nelangsa Telah Bermuara | Pada Binjai Terlintas Rasa
39. Siamir Marulafau, Medan: PENYAIR TERKEMUKA | DI TANAH MERAH | DI KOTA RAMBUTAN | FAKTA | DI MANA PUN AKAN AKUNINGAT
40. Asmawati Al Faiq, Binjai: Senja Larut Sungai Bingai | Pajak Taviv Siapa Mau Peduli | Binjai Kotaku Kota Literasi
41. Edi Salim Chaniago,Binjai : PUTARAN RODA TRANSBINJAI | KERTAS WARNA WARNI | GERBANG METROPOLITAN
42. Firman Iskandar, Binjai: Papan Titi Bersejarah
43. Muhammad Hasan Nasution, Deliserdang : KOTA BINJAI RASA SAYANGE | GERBANG KOTA | DI SISI MASJID AZIZI
44. Ramli Marpaung, Asahan: BINJAI KOTA KENANGAN | DI KOTA INI
45. Herwan Prabowo, Cirebon, Jawa Barat: BA BINGAI | DEBU-DEBU TERISAK DI BINJAI | LELAMBUNG DI KOTA BINJAI, PASAR PESISIR BINJAI | PERLANJA SIRA DI TEPIAN MALAM
46. Amrin Tambuse, Langkat: NAMU SIRA-SIRA | MENUNGGUMU DI STASIUN KERETA API BINJAI | _DI KAMPUNG KULINER BERSAMAMU
KAU MENYESATKAN_ | AKU DI KOTAMU
47. H.M.Yunus Tampubolon, Binjai: Nyanyian Pohon | Binjai Berahoi | Kata nenekku | Senandong Ditirai Duka | Di Tugu Berbilang Kaum
48. Rachmad Junizar, Medan: Abadi
49. P. Nuraeni, Sukabumi, Jawa Barat: Rinduku Terdampar di Binjai | Senja Merona di Kota Binjai | Bulan Jatuh di Sudut Kota | Kisah Suatu Malam di Kota Binjai | Tadabur Kisah di laut Biru
50. Khairani, Binjai: Sejarah Binjaiku | Binjaiku Idaman | Binjai Kota Rambutan | Jambu Madu, Binjaiku | Binjai, Bangkit dan Majulah Terus
51. Syamsul Agus, Binjai : AKU TETAP DI BINJAI | BIARKAN TITI GANTUNG TERUS BERGOYANG | CAHAYA DARI LAPANGAN MERDEKA BINJAI | DARI SMP NEGERI 13 BINJAI INI, ANAKKU
52. Thomas Al Akbar, Binjai : Anak Binjai
53. Hardi Kurniawan, Langkat: DI SINI NADIKU | DI SINI NADIKU | SABDA ALAM
54. Hilda, Langkat: SAJAK DUKA | MENDUNG MENGGANTUNG DI LANGIT LAPANGAN MERDEKA | NOSTALGIA DI STASIUN KERETA API BINJAI | KUMOHON MAAFMU | SEPENGGAL KENANGAN DIKOTA RAMBUTAN
55. Reka Loisah Hutasoit, Binjai : Kota Makmur | Meski Merantau | Kota Binjai? | Bukan Sembarang Kota
56. Asnidar, Medan: MARI TATA KOTA KITA | JEJAK-JEJAK PERLANJA SIRA
57. TM Reza Fahlevi, Medan : Bilamana Aku | Di kota Binjai, apalagi yang kau nanti
58. MieRaa, Medan : TAMAN | KEINDAHAN ALAM | POHON TUA
59. Idris Pasaribu, Deliserdang : REGENERASI | SEMERBAK AROMA | MELAYUKAH BINJAI
60. Dwi Lestari Wiyono, Bogor, Jawa Barat: DI BAWAH SEBATANG POHON BINJAI | MASIH DI BAWAH SEBATANG POHON BINJAI
61. Sami’an Adib, Jember, Jawa Timur : Jalan Sunyi | Tari Inai | Di Beranda Royyan Serambi Binjai
62. Nurbaeti, Cianjur, Jawa Barat : KISAH TANAH LELUHUR
63. Benny Arnoval, Binjai: Kepergianku | Gerimis pada Senja di Kota Binjai
64. Imam Rosyadi Mahmudi, Sumenep, Jawa Timur : Lelaki yang Menulis Puisi dari Daun Binjai | Pada Kota Binjai | Mari, Kuantar Kau dengan Perahu | Dari Sebelah Pohon Binjai | Kata Reranting Binjai
65. Putri Adek Pramika, Langkat: BERANJANGSANA | BUAI KOTAKU
66. Ade Ayu Ningsih, Binjai: Binjai Pengantar Cintaku
67. Indah Safitri, Deliserdang : Menunggumu di Tugu | Kota Binjai
68. T. Zulkifli Hamzah, Binjai: Bertikai Pangkai di persimpangan jalan | Perjalanan rakyat marginal | Negeri tanpa Kemudi | Kontradiksi Antagonis | 108 tahun Tengku Amir Hamzah
69. Sri Wahyuni, Binjai : BINJAI | KOTA RAMBUTAN
70. Zeta Anindya Nariza Rokan, Binjai: PADANG JUKUT | KABUT ASA | RIUH BINJAIKU
71. Azzaky Al Faiq Agma, Binjai : Aksara Si Muda | Generasi Milenial Binjai
72. Sayed Din Hidayat, Asahan : DITEPI SUNGAI BINGAI AKU MENULIS CINTA | AKU TERPESONA BINJAI | DI BINJAI AKU MENATAP SEBUTIR MALAM
73. Fathurrahman, Bandarlampung, Lampung : penjaga pintu gerbang | pohon yang memulakan sejarah | bermalam di sini | _di teras amir hamzah _
74. Wirja Taufan, Padang, Sumatra Barat : Kenangan di Depan Tugu Perjuangan 1945 Binjai | Nyanyi Sunyi Amir
75. Aprilianda Pasaribu, Langkat : Ibuku yang lalu | Sajak Musafir
76. Rita Andriani Sitorus, Deliserdang : Menantang Arung | Kota Binjai | Sang Mantan | Kenangan
77. Sartika Sari, Medan : Seruan Benjei | Suatu Hari di Binjai | Sebuah Halaman Kosong dan Desember yang Kembali Basah di Mataku
78. Yani Periasih, Binjai : Pasar Tapiv Kota Binjai
79. Anugrah Roby Syahputra, Binjai : DI BAWAH RINDANG RAMBUTAN | SUATU PAGI DI CENGKEH TURI
80. Wawan Setyawan, Labuhan Batu Utara : PUISI CINTA TENTANGMU UNTUK DUNIA | JANJI TIDAK BERUBAH SETIA TIDAK BERTUKAR
Puisi-puisi ini akan di kurasi oleh Saparuddin Lubis, Suyadi San dan Tsi Taura, semoga puisi-puisi saya Lulus Kurasi dan dapat dimuat di Buku Antologi Puisi Binjai.
Assalamualaikum, saya salah peserta yang ikut mengirimkan puisi untuk Binjai. Saya kehilangan informasi hasil kurasinya. Kira-kira puisi saya terpilih atau tidak ya? Kalau tidak keberatan mohon infonya. Terima kasih.
BalasHapus